Jumat, Oktober 11

Profil Bung Tomo, Tokoh Pahlawan Nasional Dibalik Lahirnya Hari Pahlawan

Berikut ini adalah profil Bung Tomo, sosok pahlawan nasional yang sangat berjasa saat pertempuran 10 November 1945 di Kota Surabaya.

Hari Pahlawan diperingati karena perjuangan masyarakat Jawa Timur pada umumnya dan masyarakat Surabaya pada khususnya dalam mengusir tentara Inggris yang diboncengi tentara Belanda untuk menduduki lagi kota Surabaya.

Pertempuran Surabaya ini dipicu tewasnya salah satu jenderal Inggris yang bernama Jenderal Mallaby.

Aubertin Walter Sothern (A.W.S.) Mallaby atau juga dikenal dengan Brigadir Mallaby (12 Desember 1899 – 30 Oktober 1945) adalah brigadir Britania yang tewas dalam peristiwa baku tembak 30 Oktober di Surabaya dan memicu keluarnya ultimatum Inggris dan meledaknya Pertempuran 10 November.

Brigadir Mallaby adalah komandan Brigade 49 Divisi India dengan kekuatan ± 6.000 pasukan yang merupakan bagian dari Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI), pasukan Sekutu yang dikirim ke Indonesia setelah selesainya Perang Dunia II untuk melucuti persenjataan tentara Jepang, membebaskan tawanan perang Jepang, dan mengembalikan Indonesia kembali menjadi Hindia Belanda kekuasaan Belanda di bawah administrasi NICA (Netherlands Indies Civil Administration).

Dibalik sengitnya pertempuran Surabaya ini, ada sosok tokoh penting yang sangat berjasa, dialah Sutomo atau biasa dikenal dengan panggilan Bung Tomo.

Profil Bung Tomo

Sutomo atau biasa disebut Bung Tomo adalah tokoh nasional yang dilahirkan di Kampung Blauran, Surabaya.

Ayah Bung Tomo bernama Kartawan Tjiptowidjojo, priyayi golongan menengah yang pernah bekerja sebagai pegawai pemerintah, staf perusahaan swasta, asisten kantor pajak, hingga pegawai perusahan ekspor-impor Belanda. Kartawan mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pengikut dekat Pangeran Diponegoro.

Ibu Bung Tomo bernama Subastita, seorang perempuan berdarah campuran Jawa Tengah, Sunda, dan Madura anak seorang distributor lokal mesin jahit Singer di wilayah Surabaya yang sebelum pindah ke Surabaya pernah jadi polisi kotapraja dan anggota Sarekat Islam.

Pelajaran organisasi Bung Tomo didapat saat bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Di usianya yang menginjak 17 tahun, Bung Tomo menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pandu Garuda.

Perjuangan Bung Tomo Di Pertempuran Surabaya

Pertempuran Surabaya pecah pada tanggal 10 November 1945.

Bung Tomo saat itu berprofesi sebagai jurnalis lepas untuk harian Soeara Oemoem, harian berbahasa Jawa Ekspres, mingguan Pembela Rakyat, dan majalah Poestaka Timoer.

Pada tahun 1944, Bung Tomo terpilih menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru dan pengurus Pemuda Republik Indonesai di Surabaya.

Di posisinya ini, Bung Tomo mendapatkan akses radio yang lantas digunakannya untuk menyiarkan orasi-orasinya yang membakar semangat rakyat untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan.

Saat Inggris memberikan ultimatum ke rakyat Surabaya untuk menyerah, pidato atau orasi Bung Tomo yang meledak-ledak mampu membakar semangat juang rakyat Surabaya pada khususnya dan rakyat Jawa Timur pada umumnya.

Pidato Bung Tomo Di Pertempuran 10 November 1945

Berikut ini video yang berisi suara pidato Bung Tomo sebelum pertempuran Surabaya 10 November 1945 dimulai.

Berikut isi pidato lengkap Bung Tomo yang membakar semangat rakyat Surabaya:

Bismillahirrohmanirrohim..
Merdeka!!!

Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia terutama saudara-saudara penduduk kota Surabaya.
Kita semuanya telah mengetahui.

Bahwa hari ini tentara Inggris telah menyebarkan pamflet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua.
Kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan, menyerahkan senjata-senjata yang telah kita rebut dari tangannya tentara Jepang.
Mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan.
Mereka telah minta supaya kita semua datang pada mereka itu dengan membawa bendera putih tanda bahwa kita menyerah kepada mereka Saudara-saudara.

Di dalam pertempuran-pertempuran yang lampau kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia di Surabaya.
Pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku,
Pemuda-pemuda yang berawal dari Sulawesi,
Pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali,
Pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan,
Pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera,
Pemuda Aceh, pemuda Tapanuli, dan seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini.
Di dalam pasukan-pasukan mereka masing-masing.
Dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung.
Telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol.
Telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana.

Hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu saudara-saudara.
Dengan mendatangkan Presiden dan pemimpin-pemimpin lainnya ke Surabaya ini. Maka kita ini tunduk untuk memberhentikan pertempuran.
Tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri.
Dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya.

Saudara-saudara kita semuanya.
Kita bangsa indonesia yang ada di Surabaya ini akan menerima tantangan tentara Inggris itu, dan kalau pimpinan tentara inggris yang ada di Surabaya.
Ingin mendengarkan jawaban rakyat Indonesia.
Ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indonesia yang ada di Surabaya ini.
Dengarkanlah ini tentara Inggris.
Ini jawaban kita.
Ini jawaban rakyat Surabaya.
Ini jawaban pemuda Indonesia kepada kau sekalian.

Hai tentara Inggris!
Kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih untuk takluk kepadamu.
Kau menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu.
Kau menyuruh kita membawa senjata-senjata yang telah kita rampas dari tentara jepang untuk diserahkan kepadamu.
Tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekali lagi akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan kekuatan yang ada tetapi inilah jawaban kita:

Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah
Yang dapat membikin secarik kain putih merah dan putih
Maka selama itu tidak akan kita akan mau menyerah kepada siapapun juga Saudara-saudara rakyat Surabaya, siaplah keadaan genting!
Tetapi saya peringatkan sekali lagi.
Jangan mulai menembak,
Baru kalau kita ditembak,
Maka kita akan ganti menyerang mereka itu kita tunjukkan bahwa kita ini adalah benar-benar orang yang ingin merdeka.

Dan untuk kita saudara-saudara.
Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka.
Semboyan kita tetap: merdeka atau mati!
Dan kita yakin saudara-saudara.
Pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita,
Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar.
Percayalah saudara-saudara.
Tuhan akan melindungi kita sekalian.

Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Merdeka!!!

Profil Bung Tomo

Berikut ini profil Bung Tomo:

Nama Lengkap: Sutomo

Nama Panggilan: Bung Tomo

Tanggal Lahir: 3 Oktober 1920

Tempat Lahir: Surabaya, Jawa Timur, Hindia Belanda (Indonesia)

Tanggal Meninggal: 7 Oktober 1981

Tempat Meninggal: Padang Arafah, Arab Saudi

Kebangsaan: Indonesia

Istri: Sulistina

Jabatan:

  • Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Indonesia Pertama (12 Agustus 1955 – 24 Maret 1956)
  • Menteri Sosial Indonesia (18 Januari 1956 – 24 Maret 1956)